Nama Lamuri atau Lam Reh terdapat
dalam sejarah Kesultanan Aceh Darussalam.
Namun karena kurangnya data dan
bukti sejarah Lamuri hanya dikenal sebagai daerah Gampong Lam Reh, di wilayah
Aceh Besar.
Berikut ini adalah data dari Wikipedia Indonesia dan tulisan dari Tengku Puteh mengenai Kerajaan Lamuri atau Lam Reh.
Lamuri adalah nama sebuah kerajaan
yang terletak di daerah kabupaten Aceh Besar dengan pusatnya di Lam Reh,
kecamatan Mesjid Raya. Kerajaan ini adalah kerajaan yang lebih dahulu muncul
sebelum berdirinya Aceh Darussalam.
Sumber asing menyebut nama kerajaan
yang mendahului Aceh yaitu "Lamuri", "Ramni",
"Lambri", "Lan-li", "Lan-wu-li". Penulis Tionghoa
Zhao Rugua (1225) misalnya mengatakan bahwa "Lan-wu-li" setiap tahun
mengirim upeti ke "San-fo-chi" (Sriwijaya). Nagarakertagama (1365)
menyebut "Lamuri" di antara daerah yang oleh Majapahit diaku sebagai
bawahannya. Dalam Suma Oriental-nya, penulis Portugis Tomé Pires mencatat bahwa
Lamuri tunduk kepada raja Aceh.
Secara umum, data tentang Lamuri
didasarkan pada berita-berita dari luar, seperti yang dikemukakan oleh
pedagang-pedagang dan pelaut-pelaut asing (Arab, India, dan Cina) sebelum tahun
1500 M. Di samping itu, ada beberapa sumber lokal, seperti Hikayat Melayu dan
Hikayat Atjeh, yang dapat dijadikan rujukan tentang keberadaan Lamuri.
Data tentang lokasi Lamuri juga
masih menjadi perdebatan. W. P. Groeneveldt, seorang ahli sejarah Belanda,
menyebut bahwa Lamuri terletak di sudut sebelah barat laut Pulau Sumatera, kini
tepatnya berada di Kabupaten Aceh Besar. Ahli sejarah lainnya, H. Ylue menyebut
bahwa Lambri atau Lamuri merupakan suatu tempat yang pernah disinggahi pertama
kali oleh para pedagang dan pelaut dari Arab dan India. Menurut pandangan
seorang pengembara dan penulis asing, Tome Pires, letak Lamuri adalah di antara
Kesultanan Aceh Darusalam dan wilayah Biheue. Artinya, wilayah Lamuri meluas
dari pantai hingga ke daerah pedalaman.
Menurut T. Iskandar dalam disertasinya De Hikayat Atjeh (1958), diperkirakan bahwa Lamuri berada di tepi laut (pantai), tepatnya berada di dekat Krueng Raya, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam.
H. M. Zainuddin, salah seorang
peminat sejarah Aceh, menyebutkan bahwa Lamuri terletak di Aceh Besar dekat
dengan Indrapatra, yang kini berada di Kampung Lamnga.
Peminat sejarah Aceh lainnya, M.
Junus Jamil, menyebutkan bahwa Lamuri terletak di dekat Kampung Lam Krak di
Kecamatan Suka Makmur, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh.
Berdasarkan sumber-sumber berita
dari pedagang Arab, Kerajaan Lamuri telah ada sejak pertengahan abad ke-IX M.
Artinya, Lamuri telah berdiri sejak sekitar tahun 900-an Masehi. Pada awal abad
ini, Kerajaan Sriwijaya telah menjadi sebuah kerajaan yang menguasai dan memiliki
banyak daerah taklukan. Pada tahun 943 M, Lamuri tunduk di bawah kekuasaan
Sriwijaya.
Menurut Prasasti Tanjore di India,
pada tahun 1030 M, Lamuri pernah diserang oleh Kerajaan Chola di bawah
kepemimpinan Raja Rayendracoladewa I. Pada akhirnya, Lamuri dapat dikalahkan
oleh Kerajaan Chola, meskipun telah memberikan perlawanan yang sangat hebat.
Bukti perlawanan tersebut mengindikasikan bahwa Lamuri bukan kerajaan kecil
karena terbukti sanggup memberikan perlawanan yang tangguh terhadap kerajaan
besar, seperti Kerajaan Chola.
Berdasarkan sumber-sumber berita
dari pedagang Arab, Lamuri merupakan tempat pertama kali yang disinggahi oleh
oleh pedagang-pedagang dan pelaut-pelaut yang datang dari India dan Arab.
Ajaran Islam telah dibawa sekaligus oleh para pendatang tersebut.
Berdasarkan analisis W. P.
Groeneveldt, pada tahun 1416 M semua rakyat di Lamuri telah memeluk Islam.
Menurut sebuah historiografi Hikayat Melayu, Lamiri (maksudnya adalah Lamuri)
merupakan daerah kedua di Pulau Sumatera yang diislamkan oleh Syaikh Ismail
sebelum ia mengislamkan Kesultanan Samudera Pasai. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa Lamiri jelas merupakan salah satu kerajaan Islam di Aceh.[butuh
rujukan]
Menurut Hikayat Atjeh, salah seorang
sultan yang cukup terkenal di Lamuri adalah Sultan Munawwar Syah. Konon, ia
adalah moyang dari salah seorang sultan di Aceh yang sangat terkenal, yaitu
Sultan Iskandar Muda. Pada akhir abad ke-15, pusat pemerintahan Lamuri
dipindahkan ke Makota Alam (kini dinamakan Kuta Alam, Banda Aceh) yang terletak
di sisi utara Krueng Aceh. Pemindahan tersebut dikarenakan adanya serangan dari
Kerajaan Pidie dan adanya pendangkalan muara sungai. Sejak saat itu, Lamuri
dikenal dengan nama Kesultanan Makota Alam.[butuh rujukan]
Dalam perkembangan selanjutnya,
tepatnya pada tahun 1513 M, Lamuri beserta dengan Kerajaan Pase, Daya, Lingga,
Pedir (Pidie), Perlak, Benua Tamiang, dan Samudera Pasai bersatu menjadi
Kesultanan Aceh Darussalam di bawah kekuasaan Sultan Ali Mughayat Syah
(1496-1528 M). Jadi, bisa dikatakan bahwa Lamuri merupakan bagian dari cikal
bakal berdirinya Kesultanan Aceh Darussalam.
Cikal Bakal Pembentukan Kesultanan Aceh
H.M Zainuddin dalam buku Tarikh Aceh
dan Nusantara menyebutkan kurang lebih pada 400 Masehi, Sumatera Bagian Utara
dinamai orang Arab dengan nama Rami (Ramni = terletak di kampung Pande
sekarang), orang Tionghoa menyebut LamLi, Lan-wu-li, dan Nan-Poli. Yang
sebenarnya adalah sebutan Aceh Lam Muri, dan dalam sejarah Melayu disebut
Lambri (Lamiri).
Sesudah kedatangan bangsa Portugis
dan Italia biasanya mengatakan Achem, Achen, Acen. Sementara orang Arab
menyebutkan Asyi, atau juga Dachem, Dagin, Dacin. Penulis-penulis Perancis
mengatakan : Atcheen, Acheen, Achin. Akhirnya orang Belanda menyebutkan: Achem,
Achim, Atchin, Atchein, Atjin, Atsjiem, Atsjeh sampai akhirnya menjadi Aceh.
Orang Aceh sendiri mengatakan Atjeh.
Begitupula nama daerah ini disebut dalam tarikh Melayu, undang-undang Melayu,
di dalam surat Aceh lama (sarakata) dan pada mata uang Aceh.
Perubahan nama dari Lamuri menjadi
Aceh belum dapat dipastikan bagaimana proses terjadinya. Dalam Tarikh Kedah
(Marong Mahawangsa) tahun 1220 M (517 H), nama Aceh sudah disebutkan sebagai
satu negeri di pesisir pulau Perca (Pulau Sumatera). Orang Portugis Barbosa
(1516 M / 922 H) sebagai orang Eropa pertama yang menyebut nama Achem dan
buku-buku Tionghoa (1618 M) menyebutkan Aceh dengan nama A-Tse.
Struktur Pemerintahan
Struktur pemerintahan Lamuri tidak
jauh berbeda dengan struktur pemerintahan yang berlaku di Kesultanan Samudera
Pasai karena keduanya memiliki pola pemerintahan yang berdasarkan pada konsep
Islam dan konsep maritim (kelautan).
Dalam struktur pemerintahan Lamuri,
sultan merupakan penguasa yang tertinggi. Ia dibantu oleh sejumlah pejabat
lainnya, yaitu seorang perdana menteri, seorang bendahara, seorang komandan
militer Angkatan Laut (dengan gelar laksamana), seorang sekretaris, seorang
kepala Mahkamah Agama (atau disebut sebagai qadhi), dan beberapa orang
syahbandar yang bertanggung jawab pada urusan pelabuhan (biasanya juga berperan
sebagai penghubung komunikasi antara sultan dan pedagang-pedagang dari luar).
Kehidupan Sosial Budaya
Lamuri merupakan kerajaan laut
agraris. Artinya, dasar kehidupan masyarakat di Lamuri di samping mengandalkan
hasil pertanian juga mengandalkan hasil perdagangan yang dilakukan masyarakat
sekitar dengan pedagang-pedagang dari luar, seperti dari Arab, India, dan Cina.
Hasil perdagangan yang dimaksud berupa lada dan jenis rempah-rempah lain, emas,
beras, dan hewan ternak. Hasil-hasil perdagangan tersebut memang telah
mengundang perhatian banyak perdagangan dari luar untuk datang ke Lamuri dan
wilayah Aceh secara keseluruhan.