Kerajaan Barus

0

 


Kesultanan Barus merupakan Kerajaan Islam yang terletak di Barus, Tapanuli Tengah, Sumatra Utara. Dalam menjalankan roda pemerintahannya, Kesultanan Barus lebih bersifat demokratis seperti halnya nagari-nagari di Minangkabau, dengan "balai" sebagai tempat permusyawaratan dan mufakat. Setiap masyarakat berperan dalam pengambilan keputusan di kerajaan.

Kesultanan Barus ini didirikan Sultan Ibrahimsyah dan berakhir pada saat pendudukan Hindia Belanda pada abad ke-19.

Asal usul

Barus atau yang sebelumnya dikenal dengan Fansur, merupakan salah satu pelabuhan tua yang sudah berdagang emas serta kamper sejak ribuan tahun lalu.

Menurut kronik (cerita legenda ) Kesultanan Barus didirikan oleh Sultan Ibrahimsyah bin Tuanku Sultan Muhammadsyah dari Tarusan, Pesisir Selatan, tanah Minangkabau. Kepergian Sultan Ibrahimsyah (Ibrahim) ke Barus setelah ia berseteru dengan keluarganya di Tarusan.

Ia pergi menyusuri pantai barat Sumatra hingga tiba di Batang Toru. Dari sini ia terus ke pedalaman menuju Silindung. Di pedalaman, masyarakat Silindung mengangkatnya sebagai raja Toba-Silindung. Di Silindung, Ibrahim juga membentuk institusi empat penghulu seperti halnya di Minangkabau. Penghulu ini berfungsi sebagai wakilnya di Silindung. Selanjutnya ia menuju Bakara dan menikah dengan putri pimpinan setempat. Dari putri Batak itulah, Sultan Ibrahim memiliki putra yang bernama Sisingamangaraja.

Setelah itu ia melanjutkan perjalanannya ke Pasaribu. Disana masyarakat setempat menanyakan dari mana asalnya dan bertujuan untuk apa datang kesana. Untuk menyenangkan hati raja, Ibrahim menjawab bahwa ia datang dari Bakara dan bermarga Pasaribu. Mendengar kesamaan marganya dengan Ibrahim, Raja Pasaribu sangatlah senang. Ia kemudian meminta Ibrahim untuk tinggal di Pasaribu. Namun Ibrahim merasa bahwa tempat ini tidaklah cocok untuknya.

Maka bersama raja dari Empat Pusaran (empat suku) ia pergi hingga tiba di tepi laut. Tempat ini kemudian dinamainya Barus, serupa dengan nama kampung kecilnya di Tarusan, Pesisir Selatan. Disini ia diangkat sebagai raja dengan gelar Tuanku Sultan Ibrahimsyah.

Sejarah Kesultanan Barus

Pada abad ke-14, Kesultanan Barus merupakan salah satu pelabuhan Kerajaan Pagaruyung, bersama Tiku dan Pariaman, yang menjadi tempat keluar masuk perdagangan di Pulau Sumatera.

Tahun 1524, kawasan Barus juga dikuasai oleh Raja-raja dari dua dinasti, yaitu:

* Barus Hulu, Dinasti Pardosi yang berasal dari Toba.

* Barus Hilir, Dinasti Hatorusan yang berasal dari Tarusan, Minangkabau, keturunan Raja Pagaruyung.

Barus jatuh di bawah kekuasaan Kesultanan Aceh. Posisi kesultanan ini kemudian menjadi vassal Aceh hingga tahun 1668.

Sejak kehadiran VOC pada tahun 1668, kedua raja ini memiliki sikap yang berbeda.

Raja di Hulu (Pardosi) menolak kehadiran VOC dan mengangkat setia kepada sultan Aceh.

Raja di Hilir (Hatorusan) menerimanya dan menentang monopoli Aceh di Barus.

Pada abad ke-19, Barus berada di bawah kekuasaan Hindia-Belanda dan menjadi bagian propinsi Sumatra’s Weskust yang berpusat di Padang

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)